Pengangguran merupakan isu yang selalu hangat diperbincangkan dalam sebuah aktifitas bisnis dan perekonomian sebuah negara. Semakin rendah tingkat pengangguran maka semakin kuat modal penggerak roda pembangunan. Jumlah dan komposisi angkatan kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan kesehatan. Indonesia sangat sensitif terhadap isu pengangguran hal tersebut ditandai dengan diterbitkannya data pengangguran oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Pada tanggal 05 November 2020, BPS merilis Berita Statistik tentang Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia yang dirilis berbagai media daring menyatakan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mendominasi jumlah pengangguran di Indonesia. Dilihat secara rinci, tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari lulusan SMK sebesar 13,55%, sementara yang paling rendah merupakan lulusan sekolah dasar (SD) yaitu 3,61%. Sedangkan sisanya seperti sekolah menengah pertama (SMP) sebesar 6,46%, sekolah menengah atas (SMA) sebesar 9,86%. Lalu untuk lulusan diploma I-III sebesar 8,08% dan untuk lulusan universitas atau strata 1 sebesar 7,35%.
Evaluasi pengangguran di Indonesia sering kali relatif tidak berimbang. Hasil evaluasi yang disampaikan lebih banyak pada sisi pasokan (supply) tenaga kerja. Padahal jika ditelisik lebih jauh isu pengangguran dipengaruhi oleh dua sisi, yaitu sisi pasokan (supply) tenaga kerja dan sisi permintaan (demand) tenaga kerja. Pertumbuhan angkatan kerja yang kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menyebabkan tingkat kesempatan kerja yang cenderung menurun.Pandemi COVID-19 mengungkap adanya anomali data pengangguran dan sekaligus memberikan pelajaran yang sangat penting dalam pembahasan isu pengangguran dari sisi permintaan (demand) tenaga kerja. Adanya pandemi COVID-19 mengakibatkan banyaknya lapangan pekerjaan yang tutup sehingga mengakibatkan melonjaknya pengangguran di Indonesia, bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami negatif.
Permasalahan demand yang mengakibatkan pengangguran ini, sebaiknya diselesaikan dari sisi demand juga. Karena sangat tidak relevan jika penyelesaiannya selalu diselesaikan dari sisi supply yakni sisi SMK sebagai penghasil dan pemasok tenaga kerja. Salah satu solusi diantaranya penerapan The Job Retention Scheme (JRS). Skema ini akan memungkinkan perusahaan untuk mempertahankan karyawan untuk tetap digaji selama pandemi COVID-19. Selain itu, Pemerintah dapat juga mempersiapkan lapangan pekerjaan yang dapat menyerap banyak tenaga kerja seperti lapangan pekerjaan di bidang pertanian, perikanan, infrastruktur dan lain sebagainya
Namun demikian dapat dipahami bahwa penyelesaian pengangguran dari sisi demand tersebut tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah. Perlu adanya perubahan paradigma baru bahwa tidak seluruhnya lulusan SMK harus diarahkan untuk bekerja di Industri seperti Perusahaan, Pabrik, Hotel, Mall, Cleaning Service, dan sebagainya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa lowongan pekerjaan pada industri tersebut sangat terbatas bahkan faktanya tidak ada lapangan kerja sama sekali untuk lulusan SMK saat ini. Biasanya situasi ini sangat jarang diungkap oleh industri apalagi situasi pandemi COVID-19.
Pada masa pandemi COVID-19 ini, Pemerintah bersama-sama dengan SMK diharapkan mampu mnegubah paradigma untuk peserta didik SMK bahwa “Tidak selamanya orang yang tidak bekerja di industri itu disebut pengangguran”. Oleh karenya lulusan SMK tidak perlu menunggu lagi industri dan jangan lagi berharap untuk kerja di industri yg setiap saat dapat di PHK lagi.
SMK sebagai salah satu Lembaga Pendidikan Vokasi yang dilengkapi dengan sumberdaya manusia, skills dan peralatan produksi harus mampu melakukan transformasi organisasi dengan menerapkan Education for Social Responsibility (ESR) guna menciptakan lapangan pekerjaan baru, seperti (1) Gerakan SMK Mbangun Desa, yang mendorong lulusan SMK kembali ke desa dengan mengimplementasikan kompetensi kejuruan yang diperoleh di SMK untuk membuka peluang usaha/bekerja di desa; (2) Gerakan SMK-BLUD yang mewadahi pemanfaatan fasilitas Teching Factory dan Unit Produksi SMK sebagai HUB (penghubung) dan lulusan SMK yang merintis menjadi wirausaha sebegai satelitnya; dan (3) kegiatan lainnya yang berfokus pada penyelesaian permasalahan lingkungan sekitar yang mampu diubah menjadi peluang usaha guna membuka kesempatan bekerja. (AWK -JFP).
Sumber:psmk
0 Comments